Di Balik Barak Militer AS, Tentera Muslim itu Dipanggil ''Monyet'' dan ''Teroris''
Zachari Klawonn, lahir dari perkawinan campuran, ayah asal Kansas, AS dan ibu asal Maroko. Ia dibesarkan sebagai seorang muslim dan fasih berbahasa Arab. Klawon adalah sedikit dari tentara AS yang beragama Islam. Karena prestasinya di kemiliteran, ia dicalonkan untuk mengikuti seleksi menjadi anggota pasukan elit angkatan udara AS.
Rekan-rekan Klawon di kemiliteran mengenalnya sebagai tentara yang baik dan disiplin. "Dia adalah prajurit terbaik di batalion kami. Tiap kali ada yang mengatakan apa yang bisa ia lakukan, dia akan melakukannya," kata dua kolega Klawon, Spc. Arnold Mendez dan Spc. Daniel Arndt.
Klawonn yang masih berusia 20 tahun, juga sering mendapat pujian dari para komandannya. Tapi menjadi seorang tentara AS yang beragama Islam, memberikan pengalaman berharga baginya. Ia merasakan sakitnya "luka" antara menjalankan tugasnya sebagai tentara dan statusnya sebagai muslim dalam kemiliteran AS.
"Ada orang-orang di kemiliteran yang tidak memberikan apapun kecuali memberikan perlakukan yang tidak pantas," kata Klawonn.
Sejak mendaftarkan diri ke kemiliteran, ia sudah mengalami berbagai pola pelecehan karena kemuslimannya. Mulai dari cara orang memanggil namanya, sampai mendapatkan ancaman dari teman seangkatan atau para opsir tentara lainnya. Kadang perlakuan buruk yang diterimanya, membuat Klawonn bertanya-tanya dalam hati apakah ia bisa bertahan di kemiliteran.
Klawon lahir di Maroko dan dibesarkan di Bradenton. Florida. Semasa di sekolah menengah, ia bergabung dengan tim golf dan bercita-cita menjadi pemain golf profesional. Tapi cita-citanya kandas, ketika pada usia 15 tahun, Klawon kehilangan ayahnya-seorang pensiunan angkatan udara AS-yang meninggal karena kanker.
Semasa hidup, ayahnya sering menceritakan pengalamannya saat masih bertugas di angkatan udara AS. Cerita-cerita itulah yang membuat Klawonn akhirnya berniat untuk menjadi tentara AS.
July 2008, Klawonn mendaftarkan diri ke kemiliteran AS meski ibunya tidak setuju. Begitu ia mengikuti latihan dasar kemiliteran, perlakuan diskriminasi karena latar belakang agamanya, mulai ia rasakan. Pernah dalam sebuah latihan perang, dari seluruh tentara yang ada, seorang komandan menunjuknya untuk berperan sebagai 'teroris' dalam latihan itu.
Klawon dan beberapa tentara lainnya kaget mendengar perintah komandan itu. "Sehelai kain dililitkan ke kepala Klawonn, membentuk seperti sorban. Kami diperintahkan untuk menangkapnya dan menembaknya ... saya harus menembak teman sendiri dalam latihan perang dan saya benar-benar tidak nyaman dengan situasi itu," ungkap teman seangkatan Klawonn, Pfc. Chad Jachimowicz.
Di lain kesempatan, kata Jachimowicz, ia sedang berjalan dengan Klawonn menuju ruang cuci pakaian dan melewati sebuah barak. Mereka lalu melihat lembaran kertas berserakan di lantai dan ternyata lembaran-lembaran kertas itu adalah lembaran ktab suci Al-Quran. Seseorang telah mencuri Al-Quran Klawon dan merusaknya.
Beberapa teman seangkatan Klawonn juga sering memanggilnya dengan nama yang buruk, seperti "monyet" atau "Zachari bin Laden". "Sebutan-sebutan itu sangat menyakitkan. Tapi yang paling berat adalah ketika mereka memanggil saya dengan sebutan 'teroris'. Mental saya langsung jatuh tiap kali mendengar sebutan itu," tukas Klawonn.
Klawonn tidak berdiam diri dengan berbagai perlakuan buruk yang diterimanya. Ia pernah mencoba melaporkan apa yang dialaminya pada atasannya, tapi malah dirinya yang dipindahkan ke basis militer lain.
Ketika ditanya tentang kasus Klawoon, pihak militer AS hanya mengatakan bahwa jajaran pimpinan tidak bisa memberikan komentar karena masih melakukan investigasi.
Pengalaman di Fort Hood
Klawonn pernah ditugaskan di basis militer Fort Hood pada bulan Desember 2008. Dan di tempat ini pun ia mengalami hal yang sama. Seseorang menyelipkan selembar kertas di sela-sela wiper truk tentara yang digunakannya dan selembar kertas itu bertuliskan "Hei, kusir unta, kembalilah ke tempatmu berasal."
Setahun setelah Klawonn ditempatkan di Fort Hood, terjadilah insiden penembakan yang dilakukan Mayor Nidal Hasan--tentara AS yang juga muslim--tepatnya pada tanggal 5 November 2009. Insiden itu menyebabkan 13 orang tewas dan belasan lainnya luka-luka.
Klawonn secara pribadi tidak kenal dengan Nidal Hasan, tapi setelah peristiwa itu terjadi ia merasa akan mengalami hal buruk lagi, karena ia seorang muslim.
"Saya tahu, orang akan dengan cepat dan secara otomatis akan membanding-bandingkan kami, hanya karena faktanya kami berdua muslim. Saat itu semua orang tidak mau mendekat dan bicara dengan saya. Saya merasa sudah tidak ada kepercayaan lagi dalam kelompok di sekeliling saya. Rumor yang saya dengar, orang-orang mengatakan 'hati-hati dengan Klawon, lihatlah apa yang dilakukan temannya'," tutur Klawonn.
Puncaknya terjadi pada bulan Februari. Sekitar jam 02.00 dinihari, Klawon baru saja akan memejamkan matanya tapi terbangun oleh suara pukulan keras di pintu kamarnya. Seseorang menendang dengan keras pintu kamar itu, Klawonn awalnya berpikir akan ada latihan mendadak, ia lalu membuka pintu.
Ia melihat sebuat kertas tertempel di pintunya dengan tulisan "F---k you, burn in hell." Klawonn mencoba mengejar pelakunya, namun tak berhasil. Ia melaporkan kejadian itu pada para komandannya dan solusinya, Klawonn dipindahkan ke basis militer lain dengan alasan demi keselamatannya.
Klawonn memang merasa lebih aman, tapi ia kecewa dengan cara militer menyelesaikan kasus yang dilaporkannya. "Laporan demi laporan, tidak penyelesaian atau keadilan atas laporan saya. Saya keluhkan masalah ini, mereka cuma menjawab penyelidikan masih dilakukan, selanjutnya kasus ini hilang tanpa bekas," ungkap Klawonn.
Pasca insiden bulan Februari, Klawonn diberi cuti selama 10 hari dan ia pulang ke Florida. Untuk pertama kalinya, ia menceritakan apa yang dialaminya pada keluarganya. Begitu kembali ke basis militer, Klawonn bertekad untuk melakukan sesuatu untuk mengungkap perilaku diskriminasi yang dialami tentara-tentara AS yang muslim di dalam barak militer. Tak diduga, Klawonn mendapatkan banyak dukungan.
Dorothy Carkskadon, seorang kapten di unit pasukan cadangan yang menjadi korban luka dalam insiden penembakan di Ford Hood adalah satu yang memberikan dukungan pada Klawonn.
Klawonn berharap apa yang dilakukannya bisa membantu muslim lainnya yang bertugas di dinas kemiliteran AS. Klawonn menginginkan, salat Jumat bisa dilakukan di basis-basis militer dan militer AS bisa melakukan sesuatu yang lebih untuk mencegah perlakuan diskriminasi terutama pada tentara yang muslim. (ln/isc/abc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar