Rabu, 26 Mei 2010

Tertarik Konsep Ketuhanan

October 23rd, 2009 by salam

Hidayah Allah memang tidak bisa diduga kapan dan bagaimana datangnya. Seperti yang dialami Heny Widiastuti ini. Setelah melalui perdebatan batin yang panjang, akhirnya Heny mengikrarkan diri menjadi seorang muslimah. Berikut penuturannya kepada M. Yunan Muzakki, wartawan NURANI di Semarang.

TAK henti-hentinya aku berucap syukur kepada Allah SWT. Semua itu karena kini aku telah menjadi seorang muslimah sejati. Sungguh tujuan hidup yang telah lama aku impikan. Namaku Heny Widiastuti yang terlahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Tiga puluh empat tahun yang lalu aku dilahirkan dari sebuah keluarga penganut agama Katholik yang taat di daerah Perumahan Tlogosari, Semarang. Sejak kecil aku tumbuh dan berkembang dengan doktrin agama Katholik.
Bahkan, doktrin yang tertanam kuat tersebut membuatku berpikiran negatif tentang Islam. Aku beranggapan, Islam adalah agama yang penuh dengan kekerasan. Anggapan itu bertambah subur saat aku mengenyam pendidikan formal Kristen mulai dari TK sampai SMA. Baru setelah aku kuliah di Stikubank, alam pikiran kolotku tentang Islam mulai terbuka lebar. Aku pun mulai tersadar dan mulai berpikir serius tentang apa yang selama ini merisaukan hati. Jujur, aku merasakan sebuah dorongan kuat dari hati nurani untuk menjadi seorang mualaf. Entah dari mana niatan itu datang, namun seringkali mengganggu pikiranku.

KONSEP KEESAAN ISLAM
Selanjutnya secara diam-diam aku mulai belajar tentang agama Islam. Bermula dengan membaca Alquran terjemahan yang aku pinjam dari rekan kerjaku, Budi Wahyono, yang kini menjadi suamiku. Dari Alquran tersebut aku mulai tahu tentang ajaran Islam yang sesungguhnya. Terlebih setelah membacanya, anggapan “miring” terhadap Islam yang sebelumnya tertanam kuat di otakku menjadi menghilang berganti dengan ketakjuban. Terutama dengan konsep Keesaan Tuhan.
Dalam Islam hanya mengenal satu Tuhan yang wajib disembah, yakni Allah SWT. Konsep Keesaan Tuhan tersebut tidak aku temukan dalam agamaku sebelumnya yang mengenal adanya trinitas. Akhirnya aku berkesimpulan bahwa citra jelek dalam Islam itu bukan karena ajarannya yang salah, tetapi lebih kepada kejahatan individu yang tidak memahami Islam secara sempurna. Ketakjuban itu menggiringku untuk menjadi seorang mualaf.
Dengan segala persiapan mental yang kuat, aku menemui seorang ustad untuk membimbingku. Selang beberapa waktu berikutnya akhirnya aku benar-benar mantap untuk bersyahadat. Namun, niatan itu tidak segera terwujud. Saat akan disyahadatkan, ustad tersebut memberikan “wejangan” mengenai agama Islam. Semua dijelaskan mulai dari sejarah Nabi Muhammad mendapatkan wahyu sampai perkembangan Islam terkini. Di akhir wejangan tersebut, ustad bertanya kepadaku, “Apakah kamu benar-benar mantap masuk Islam tanpa ada paksaan?”
Mendapatkan pertanyaan itu, ketekatanku yang semula penuh kini mulai berkurang, saat itu juga aku mulai sangsi apakah keputusan ini memang yang terbaik bagiku. Akhirnya malam itu aku menyerah, aku masih belum siap untuk menjadi mualaf. Aku pun kembali lagi ke rumah dan beraktivitas layaknya tidak pernah terjadi apa-apa dengan batinku.

MASUK ISLAM
Beberapa waktu kemudian, kegundahan hatiku mulai menggangu konsentrasiku. Kucoba mengungkapkan kegundahanku kepada Mas Budi. Kami pun semakin akrab, aku merasa nyaman dengannya yang tak mempedulikan status agamaku saat itu. Kami pun akhirnya membina hubungan lebih serius. Suatu saat aku berkata kepada Mas Budi ingin sekali menjadi seorang muslimah sejati. Keinginan itu langsung direspon baik olehnya, ia terlihat sangat bahagia dengan niatku itu. Atas inisiatif dari Mas Budi, akhirnya kami datang ke masjid raya baiturrahman Semarang untuk berkonsultasi masalah agama.
Hari semakin hari, niatku makin bulat dan akhinya pada tanggal 20 Maret 2007, aku resmi menjadi mualaf. Dengan dibimbing KH Muslim Nur Aziz, aku mengucapkan dua kalimat syahadat di Masjid Raya
Baiturrahman Semarang. Orangtuaku semula kaget dengan keputusanku. Namun akhirnya mereka tak mempersalahkannya. Alhamdulillah, mereka hanya berpesan bahwa agama jangan dibuat mainan, jika aku telah meyakini Islam maka mereka menyuruhku agar menjalani ajaran Islam dengan benar dan setulus hati. Kebahagiaanku semakin bertambah setelah beberapa bulan berikutnya, tepatnya tanggal 12 Mei 2007, aku dipersunting Mas Budi menjadi istrinya. Selanjutnya hari-hari kami sangat bahagia, suamiku membimbingku dalam ibadah. Kami mulai membiasakan diri salat berjamaah di rumah, Mas Budi sebagai imam salat sedangkan aku makmumnya. Jika ada sesuatu yang kurang mengerti dalam Islam, suamiku senantiasa memberikan pengarahan kepadaku. Bahkan kini aku sudah banyak hafal surat-surat pendek dalam Alquran dan beberapa amalan doa sehari-hari. Doaku yang selalu kupanjatkan adalah memohon ampunan dosa atas apa yang aku lakukan selama berpuluh-puluh tahun ini. Juga semoga rumah tangga kami langgeng menjadi keluarga yang sakinah, Amin. 04/yun (Sumber : http://www.tabloidnurani.com/ )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar